Jakarta, Sorot News — Ikatan Dokter Indonesia mengancam akan mencabut izin praktik setiap dokter yang terbukti memanipulasi data medis untuk membantu tersangka, terdakwa, atau terpidana Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini merupakan salah satu wujud kerja sama IDI dengan KPK.
"IDI punya wewenang berikan sanksi, mencabut rekomendasi, sehingga yang bersangkutan tidak bisa lagi berpraktik sebagai dokter. Kalau ada wilayah hukum lain, saya persilakan penegak hukum untuk masuk," kata Ketua Umum IDI Prijo Sidipratomo dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/6/2012). Hadir pula dalam jumpa pers tersebut Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Zulkarnain.
IDI menjalin kerja sama dengan KPK terkait pemeriksaan kesehatan tersangka kasus korupsi. Menurut Abraham, kerja sama dengan IDI ini dilakukan untuk mengantisipasi saksi, tersangka, atau terdakwa korupsi yang menipu KPK dengan mengaku sakit sehingga menghambat penyidikan atau persidangan.
KPK, kata Abraham, membutuhkan pendapat lain (second opinion) dari dokter ahli IDI untuk mengecek kebenaran laporan kesehatan saksi, tersangka, atau terdakwa yang mengaku sakit. "Saksi, tersangka, atau terdakwa kan biasanya merujuk hasil kesehatannya pada penilaian medis dokter pribadi. Kami butuh second opinion dokter pribadi yang bersangkutan," katanya.
Selain itu, menurut Prijo, dengan kerja sama ini, KPK tidak perlu repot-repot mendatangkan dokter dari Jakarta jika perlu mengecek kesehatan saksi, tersangka, atau terdakwa di daerah. Dokter-dokter IDI di daerah, katanya, akan membantu KPK. "KPK tidak perlu datangkan ke Jakarta, tapi kawan-kawan IDI di daerah bisa membantu," ujar Prijo.
Seperti diberitakan, sejumlah saksi, tersangka, atau terdakwa kasus dugaan korupsi di KPK kerap mengaku sakit saat diproses. Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (Purn) Adang Daradjatun, misalnya, mengaku sakit demensia selama menjalani penyidikan di KPK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar